Kamis, 11 Februari 2010

Sejarah MSG


Manfaat asam amino glutamat sebagai penyedap rasa baru diketahui pada tahun 1908 oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Dr. Kikunae Ikeda.

Penemuan MSG oleh Dr. Ikeda diawali oleh keprihatinannya terhadap kondisi fisik rakyat Jepang di kala itu. Sewaktu belajar ilmu Kimia modern di Jerman, dia membandingkan tubuh orang Jerman yang lebih tinggi dari pada orang Jepang. Dia juga mengamati makanan Jerman dan merasakan kesamaan cita rasa unik pada makanan Jerman yang juga ada pada makanan Jepang.

Setelah kembali ke Jepang, Dr. Ikeda memusatkan penelitiannya pada bumbu tradisionil Jepang, yaitu kaldu yang terbuat dari rumput laut (Kombu). Dia berhasil mengisolasi sumber rasa unik tersebut, yaitu asam Glutamat. Rasa ini kemudian diperkenalkannya dalam bahasa Jepang sebagai rasa “Umami”.

Penemuan Glutamat sebagai sumber rasa “Umami” mengukuhkan ambisi Ikeda untuk memperbaiki kondisi fisik bangsanya, yaitu melalui bumbu masak yang menambah citarasa dan kelezatan makanan Jepang. Dr. Ikeda mendapatkan paten atas metode produksi MSG. Namun, asam Glutamat murni yang dihasilkannya tidak menarik secara komersial karena sifat fisik dan kimianya. Hingga akhirnya Dr. Ikeda berhasil mensenyawakan glutamate dengan sodium menjadi Monosodium Glutamat (MSG). Dengan membagi hak patennya dengan seorang pemilik pabrik Iodine, Saburousuke Suzuki, Dr Ikeda kemudian berhasil mewujudkan hasratnya memproduksi dan memasarkan MSG secara massal.

Demikianlah, AJI-NO-MOTO (MSG) mulai dipasarkan di Jepang pada tahun 1909. Pada waktu itu MSG diproduksi melalui proses ekstraksi gluten hingga tahun 1960-an. Proses produksi ini tidak dapat memenuhi permintaan yang meningkat dengan cepat dari pasar Jepang dan dunia. Inovasi teknologi fermentasi pada tahun 1956 kemudian membantu usaha meningkatkan produksi MSG yang terus diterapkan hingga sekarang. MSG sekarang umumnya diproduksi dengan menggunakan bahan baku yang kaya glukosa seperti tetes tebu, singkong, jagung, gandum, sagu dan beras. Proses fermentasi merupakan proses pengolahan makanan traditional yang juga digunakan untuk membuat tape, tempe, kecap dan lain lain.

Meskipun MSG baru ditemukan oleh Dr Ikeda 100 tahun yang lalu, namun bumbu masak yang kaya glutamat ternyata sudah digunakan di zaman kuno dulu. Kecap ikan yang menjadi bumbu wajib di Asia tenggara ternyata sudah dipakai untuk melezatkan makanan oleh orang-orang Yunani dan Romawi 2500 tahun yang lalu. Kecap ikan sangat kaya kandungan glutamat bebasnya, yaitu 1370mg/100g. Di sepanjang Teluk Mediterania dan Laut Hitam ditemukan gerabah-gerabah kuno yang dipakai untuk membuat dan menyimpan kecap ikan oleh penduduk Yunani dan Romawi kuno. Pada masa Yunani kuno kecap ikan dinamakan Garon, sementara pada masa Romawi kuno dinamakan Garum atau Liquamen.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Mononatrium_glutamat

Sumber Gambar:
http://www.ssve.co.in/monosodium-glutamate.htm

Aspek Keamanan MSG Bagi Tubuh

Tulisan ini dibuat bukan untuk memperkeruh situasi, bahkan sebaliknya ingin menempatkan permasalahan pada tempatnya. Demikian pula tulisan ini tidak menyinggung masalah halal atau haramnya MSG (monosodium glutamate), karena pihak Majelis Ulama Indonesialah yang berwenang untuk itu. Yang akan dikemukakan adalah mengenai keamanan MSG bagi tubuh karena masih adaya kontroversi mengenai hal ini.

Tentu saja tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memihak kepada kepentingan siapa pun karena yang akan dikemukakan adalah kesimpulan hasil-hasil penelitian dari lembaga-lembaga yang sangat berkompeten mengenai status MSG sebagai salah satu bahan tambahan pangan (food additive), yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.

Apakah MSG?

MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino non esensial penyusun protein). MSG dijual sebagai kristal halus berwarna putih dan penampakannya mirip gula pasir atau garam dapur. MSG tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas cita rasa (flavor enhancer) makanan. Sebagian besar peneliti meyakini bahwa MSG menstimulasi reseptor glutamat yang terdapat pada lidah untuk menegaskan cita rasa daging (meat like flavor). Akan tetapi yang berperan dalam hal itu adalah glutamat dalam bentuk bebas (asam glutamat), bukan sebagai garam natrium (MSG).

Dahulu orang-orang di Asia menggunakan kaldu rumput laut untuk memperoleh efek penegas cita rasa MSG. Akan tetapi, sekarang MSG diperoleh secara proses fermentasi dari bahan dasar pati, gula (bit atau tebu) atau molasses (tetes). Glutamat terdapat secara alami di dalam tubuh kita dan juga terdapat di dalam bahan pangan atau makanan yang mengandung protein seperti susu, keju, daging, kacang-kacangan, dan jamur.

Dalam usus, MSG dicerna menjadi asam glutamat bebas, sedangkan natrium akan bereaksi dengan klorida membentuk garam (NaCl). Selanjutnya asam glutamat diserap oleh usus dan dimetabolisme di dalam tubuh seperti halnya asam amino lainnya yang berasal dari protein makanan. Di dalam tubuh glutamat mempunyai peranan penting untuk berfungsinya sistem syaraf secara normal.

Regulasi Penggunaan MSG

Seperti telah disebutkan di atas, MSG merupakan salah satu bahan tambahan pangan (BTP). Di Indonesia regulasi mengenai penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM), Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

Peraturan tentang penggunaan BTP yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (cq Peraturan Menteri Kesehatan), mengacu pada peraturan-peraturan yang bersifat internasional seperti yang dikeluarkan oleh WHO (World Health Organization), Codex Alimentarius dari FAO (Food and Agriculture Organization) dan juga dari US-FDA (United States, Food and Drug Administration) serta peraturan-peraturan tentang BTP dari negar-negara lain di Eropa, Kanada, Australia dan lain-lain. US-FDA dikenal sebagai badan pengawasan obat dan makanan yang sangat keras dalam hal pelaksanaan peraturannya, sehingga peraturannya banyak ditiru oleh negara-negara lain termasuk Indonesia.

Berikut ini adalah ulasan ilmiah (scientific review) tentang MSG dari US-FDA, American Medical Association (AMA), Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB), European Communities (EC) Scientific Committee for Food, serta dari Joint Experts Committee on Food Additives (JECFA)-FAO dan dari WHO, Status Keamanan MSG.

Pada tahun 1959, US-FDA mengklasifikasikan MSG sebagai senyawa yang tergolong GRAS (generally recognized as safe), sama halnya seperti ingredient pangan yang umum digunakan misalnya garam dapur, cuka, dan baking powder. Hal ini berdasarkan sejarah penggunaan MSG selama sekian waktu sebelumnya yang menunjukkan bahwa MSG yang dikonsumsi dalam jumlah yang wajar tidak memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, dengan kata lain aman untuk dikonsumsi.

Sejak tahun 1970, US-FDA mensponsori penelitian mengenai kemanan MSG, senyawa glutamat lain dan protein hidrolisat untuk meneliti ulang tentang status MSG yang dinyatakan sebagi senyawa GRAS. Pada tahun 1986, Advisory Committee on Hypersentivity to Food Constituents dari US-FDA menyimpulkan bahwa MSG tidak menunjukkan pengaruh merugikan bagi kesehatan masyarakat, tetapi reaksi dalam waktu singkat dapat terjadi pada beberapa orang tertentu. Pada tahun 1987, JECFA-FAO dan WHO menempatkan MSG dalam kategori ingredient pangan yang paling aman (the safest category of food ingredients).

Laporan dari EC Scientific Committee for Foods, pada tahun 1991, memperkuat pernyataan tentang keamanan MSG dan mengklasifikasikan acceptable daily intake (ADI) MSG sebagai not specified. Istilah not specified untuk ADI Menunjukkan bahwa MSG sebagai ingredient pangan benar-benar aman bagi tubuh (the most favorable disignation for a food ingredient). Sebagai tambahan, EC Committee menyebutkan bahwa anak-anak kecil (infants) juga dapat memetabolisasi glutamat seefisien orang dewasa.

Laporan dari the Council on Scientific Affairs of the American Medical Association pada tahun 1992, menyebutkan bahwa glutamat dalam bentuk bebas atau dalam bentuk garam (MSG) tidak memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan (has not been shown to be a “significant health hazard”).

Laporan dari the Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) pada tahun 1995 antara lain menyebutkan bahwa pertama, sejumlah orang tertentu (an unknown percentage of the population) dapat bereaksi terhadap MSG dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, mual-mual, dan jantung berdebar. Akan tetapi gejala tersebut terutama terjadi pada orang yang mengkonsumsi MSG dalam jumlah banyak (3 g atau lebih) dengan kondisi perut kosong (tanpa disertai makanan lain). Untuk diketahui, normalnya satu sajian makanan diberi tambahan MSG kurang dari 0,5 g; dan kedua, MSG tidak terbukti berkontribusi pada timbulnya penyakit alzheimer dan penyakit kronis lainnya.

Walaupun terdapat beberapa hasil penelitian menggunakan hewan percobaan, baik di Indonesia maupun di luar negeri yang menunjukkan pengaruh negatif dari MSG bagi hewan tersebut namun data di atas menunjukkan bahwa berbagai lembaga yang sangat kompeten baik di Amerika Serikat maupun di Eropa, dan bahkan badan-badan dunia seperti FAO dan WHO, mengklasifikasikan MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.

Sumber :
Deddy Muchtadi
Suara Pembaruan, Selasa 16 Januari 2001, dalam :
http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_msg.php

Batas Maksimum Penggunaan MSG

DALAM peraturan Menteri Kesehatan RI No. 7221 Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, jelas tercantum kata secukupnya dalam kolom batas maksimum penggunaan asam glutamat.

Departemen kesehatan kita memang beralasan ketika merumuskan "Acceptable Daily Intake, Notspec-ifield) untuk MSG dengan kata "secukupnya", berapa saja, asal masih dapat diterima lidah kita.

Selera manusia tidak sama. Ada yang merasa cukup gurih hanya setengah bungkus bumbu, ada pula yang harus menggunakan satu bungkus. Malah masih ada yang perlu menambahkan lagi beberapa taburan MSG murni.

Semuanya memberikan alasan yang tidak menyalahi fakta mengenai MSG, bahwa MSG masuk dalam daftar GRAS (Generally Recognized as Safe). Semua bahan tambahan pangan yang tergolong GRAS tidak perlu dinyatakan dengan angka ba-
tas maksimum penggunaannya.

Secara alami asam glutamat terdapat dalam makanan kita sehari-hari seperti daging, telur, susu (termasuk ASI), keju, tomat dan berbagai macam sayuran dalam keadaan terikat dalam protein. Ini yang membuat rasanya tidak segurih MSG.

Badan pengawas obat dan makanan kita telah menerbitkan buku kumpulan Peraturan Perun-dang-Undangan di Bidang Makanan, termasuk bahan tambahan makanan agar masyarakat pada u-mumnya, khususnya yang bergerak di bidang produksi pangan mempunyai pengetahuan yang benar dan cukup luas terhadap penggunaan bahan tambahan pangan. Terima kasih.

Dra. I nlii-iim M. Gomulja


Sumber :
Pos Kota dalam :
http://bataviase.co.id/node/12387
11 Desember 2009

Penguat Rasa MSG Menyebabkan Kegemukan

Monosodium glutamat (MSG), zat penguat rasa yang digunakan secara luas, ternyata dapat menyebabkan kegemukan pada manusia. Hal ini diketahui melalui suatu penelitian yang dilakukan di University of North Carolina baru-baru ini. Sebelumnya, penelitian lain telah membuktikan bahwa MSG dapat menyebabkan penambahan berat badan pada binatang percobaan.

Para peneliti bekerjasama dengan rekan mereka di Cina meneliti sebanyak 752 pria dan wanita sehat, berusia antara 40-59 tahun, yang dipilih secara acak dari wilayah pedesaan di bagian utara dan selatan Cina. Para peserta percobaan dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan atas jumlah rata-rata asupan harian MSG. Rata-rata asupan harian MSG ketiga kelompok ini adalah sepertiga gram.

Ternyata diketahui bahwa kelompok yang menggunakan MSG paling banyak memiliki jumlah orang yang kegemukan sejumlah 3 kali lipat dibanding kedua kelompok lain yang menggunakan lebih sedikit MSG. Data ini sejalan dengan hasil yang dilakukan terhadap hewan percobaan tahun lalu.


Sumber :
http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/MSG_kegemukan.htm

Bahaya Monosudium Glutamat (MSG)

Sekedar mengingatkan tentang penggunaan MSG berlebih, terutama bagi anak-anak. Di masyarakat kita sering disebut Vetsin. Anak kecil dan Ibu yang sedang mengandung, jangan diberi MSG.

Di Indonesia, banyak beredar bermacam-macam merek "penyedap masakan". Ada yang berasal dari Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong dan lainnya. Semuanya mempunyai komposisi yang sama, yaitu Mono Sodium Glutamat (MSG) yang rumus kimianya HCOCCH(HN2)2COO-NA yang merupakan hasil campuran asam glutamat dan Natrium Hidroksida.

Bahan yang paling penting untuk membuat MSG yaitu asam glutamat yang berupa asam amino yang ada pada tumbuhan, hewan, minyak bumi dan pada tubuh manusia. Pernah diberitakan bahwa asam glutamat itu dibuatnya dari otak babi. Hal ini sukar untuk dipercaya sebab tidak ekonomis, susah untuk membuatnya dan lagi asam glutamat yang ada di dalam otak babi itu hanya berkadar 0,01%.Di Indonesia, asam glutamat dibuat dari Melase (gula tetes), sisa gula tebu yang sudah tidak bisa menjadi kristal.

Di negara yang tidak mempunyai tebu, asam glutamat itu dibuatnya dari ganggang, gula bit, gandum, kedelai, tapioka, minyak bumi atau sengaja dibuat secara sintetis yang membutuhkan teknologi tinggi dan modal besar.MSG dan Kesehatan Orang Jepang menggunakan MSG dari tahun 1920. Karena penggunaan MSG sudah merebak ke seluruh dunia, para ilmuwan sudah mengadakan berbagai percobaan tentang bahaya penggunaan MSG. Pada awalnya yang dipakai percobaan itu anak ayam, anak bebek, kelinci dan monyet.

- Shimizhu dkk (1971) melaporkan : MSG yang diberikan kepada anak ayam yang dicampurkan pada air minumnya menyebabkan matinya anak ayam tersebut karena kerusakan ginjal.

- Greenberg dkk (1973) melaporkan : sel-sel darah putih tikus kecil yang diberi pakan MSG berubah menjadi sel-sel kanker.

- Snapir dkk (1971) melaporkan : jumlah sel otak anak ayam yang sudah diberi MSG berkurang 24% dibanding dengan anak ayam yang normal tanpa diberi MSG.

- Institut Penelitian dan Pencegahan untuk Kesehatan Nasional dari Kementrian Kesehatan Jepang mengadakan percobaan dengan jalan memberi larutan MSG 2% terhadap beberapa anak ayam. Ternyata bahwa anak ayam tersebut semuanya mati.

- Sedang yang dilaporkan oleh Baptist (1974) yaitu:MSG di Singapura menyebabkan penyakit radang hati dan menurukan tingkat kecerdasan (IQ) bagi anak-anak sekolah.

- Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Dr. Iwan T. Budiarso yang hasilnya, yaitu anak ayam dan anak bebek yang diberi MSG itu mati. Sedangkan anak ayam yang sudah agak besar seperti yang dibius, jalannya tidak normal, dan masih banyak gejala lainnya.

Masih banyak penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa MSG itu berefek negatif terhadap hewan-hewan percobaan.

WHO pun tidak tinggal diam, hasil penelitian berupa rekomendasi yang disampaikan pada sidang CODEX ALIMENTARY COMMISSION (CAC) tahun 1970 menyebutkan bahwa MSG berupa makanan sehari-hari, bisa dipakai paling banyak 6 mg/kg berat badan manusia dewasa. Jadi, kalau berat badannya 50 kg, seharinya tidak boleh lebih dari 2 gram.

Di Amerika dan di Singapura ada peraturan tidak boleh ditambahkan terhadap produk makanan bayi dan makanan instan. Maka, harus sesuai takaran dan pencampurannya pun harus dibatasi.

Kesimpulan :

Mengacu pada kenyataan-kenyataan di atas, kita bisa menimbang-nimbang untung dan ruginya menggunakan MSG dalam makanan sehari-hari. Satu hal paling nyata, MSG bisa menimbulkan gejala alergi atau keracunan yang disebut Chinese Restaurant Sindrom. Pusing, mual, muntah-muntah bisa menimbulkan sakit dada seperti yang terserang penyakit jantung.

Saran-saran:
1. Jangan terlalu mudah mencampurkan MSG kepada makanan, karena makanan yang memakai bumbu tradisional pun sudah terasa enak.

2. Hati-hati dalam penggunaan MSG. Tidak boleh melebihi takaran yang sudah ditentukan yaitu 6 mg/kg berat badan manusia/sehari buat manusia dewasa.

3. Anak kecil atau Ibu yang sedang mengandung, harus hati-hati supaya jauh dari pengaruh negatif.

4. Hindari makanan/minuman yang mengandung pengawet, pewarna, esen dan pemanis buatan. Selain itu, Bunda juga harus hati-hati memberikan makanan untuk anak-anak tercinta.


Sumber :
http://www.medicalera.com/index.php?option=com_myblog&show=bahaya-monosodium-glutamat-msg.html&Itemid=314
12 Januari 2009

Tanya Tentang Makanan Instan dan MSG

Bu Dokter, saya memiliki seorang putra berumur 15 bulan dan karena kesibukan saya dan istri, selain susu formula dan ASI, kami memberikan makanan berupa tim atau bubur instant kardusan setiap hari karena tidak sempat memasak makanan khusus. Yang saya tanyakan: 1. Apakah memakan makanan instant seperti itu setiap hari bisa berdampak negatif? 2. Seberapa aman kadar MSG bisa dikonsumsi anak seusia putra saya? Terima kasih.

Fathur, 32 tahun


Jawaban :

Dear ananda Fathur, Sebenarnya apabila pemberian ASI dan susu formula cukup sesuai petunjuk dokter spesialis anak, makanan padat lain adalah untuk memicu fungsi organ pencernaan sesuai tahapan perkembangan organ dan fungsinya yang optimal - tepat guna. Semua produk yang keluar di pasaran dengan nomor legalitas dari Badan Pemerintahan / Fabrikan, untuk hal ini adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), pastinya telah memenuhi standar produk dan operasionalnya, dengan pelabelan sah sampai dengan tanggal kadaluarsa, bisa dijamin aman bila dikonsumsi sesuai aturan yang tertera pada label.

Tapi yang ananda bicarakan disini adalah makanan instan kardusan. Walaupun, ya sistem pencernaan balita itu belum begitu kompleks untuk mencerna jenis-jenis makanan, tapi makanan jenis instan ini tidak baik untuk sistem pencernaan si balita yang sedang menuju tahap maturasi, pada beberapa balita makanan instan bisa menimbulkan diare ataupun sembelut dan bahkan hilangnya nafsu makan (karena pencernaan trauma). Ada baiknya untuk membuatkan untuk anak balita itu segelas jus buah-buahan segar, yang saya yakin pembuatannya juga tidak sulit dan memakan waktu lama. Pengenalan balita dan sistem pencernaannya dengan makanan-minuman alami ini penting, jangan melulu diberi makanan instan / bubur, supaya sistem pencernaannya bisa terbiasa atau terstimulasi dengan baik dengan sesuatu yang alami, yang alami / natural itu bisa dipastikan lebih baik dari pada makanan instan.

Cobalah buah-buahan segar ini, saya yakin, untuk anak seumur anak ananda bisa juga menikmatinya (saya tahu karena cucu saya juga menikmati buah-buah segar yang diberikan). Nah, coba luangkan waktu ananda berdua istri, ataupun bisa salah satu dari kalian, untuk mendampingi si kecil menkonsumsi buah segar. Bisa dibuatkan jadwal perminggu untuk ini supaya bisa lebih mudah melakukan pengawasan. Jadwal pemberian buah-buahan segar ini bisa diberikan kepada pembantu atau baby sitter, sehingga walaupun ananda berdua sibuk seharian, pola makan balita ananda bisa ananda berdua awasi dengan baik.

Untuk masalah MSG. Telah ada penelitian yang dilakukan UGM dengan kerjasama dengan University of Western Australia, disimpulkan bahwa tidak ditemukan gangguan kesehatan pada orang sehat yang makanannya ditambah MSG sampai 3 gram pada setiap porsinya. Bahkan tekanan darah, kecepatan denyut nadi dan pernafasan pada kelompok sampel orang-orang yang diberi MSG antara 1,5 sampai 3 gram, juga tidak ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok yang makanannya tanpa MSG.

Menurut Bpk Sunarto Prawiro Sujanto, Ketua Persatuan Pabrik MSG dan Asam Glutamat Indonesia, yang juga mantan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Pertama(1974), kandungan MSG di makanan ringan / snack paling banyak itu adalah 0,004 %, lebih dari itu, makanan ringan akan terasa begitu asin yang beliau yakin orang-orang juga tidak akan mau memakannya. Bahkan ketua Badan POM, Bpk. Sampurno, dan juga Badan Kesehatan PBB, WHO, telah menyatakan MSG itu aman bagi kesehatan, asal konsumsinya tidak berlebihan. Untuk bayi dan anak dibawah 3 bulan, tentu saja tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi ini, dengan pemikiran sistem pencernaannya masih terlalu rentan. Demikian penjelasan dari saya, semoga bermanfaat.


Sumber :
http://mediasehat.com/tanyajawab200

MSG: Amankan bagi tubuh?

MSG adalah bahan penambah cita rasa yang hampir setiap hari kita konsumsi. Tengoklah komposisi mi instan yang kita santap atau makanan ringan yang kita makan. Sebagian besar mengandung monosodium glutamat (MSG), kadang-kadang ditulis mononatrium glutamat. Natrium adalah kata yang lazim digunakan di Indonesia untuk mengganti kata sodium.

MSG tidak hanya ditemukan pada makanan buatan pabrik, tetapi juga pada makanan tradisional misalnya bakso, mie basah atau goreng, sayur, dan sebagainya. Bahkan, takaran penggunaan vetsin (yang bahan bakunya adalah MSG) pada makanan tersebut cenderung tidak terukur atau hanya berdasarkan perasaan saja.

Glutamat pertama kali ditemukan oleh Ritthausen dari Jerman di tahun 1866, sedangkan Profesor Kikunae Ikeda dari Tokyo Imperial University pada tahun 1907 untuk pertama kalinya berhasil mengesktrak kristal asam glutamat dari air kaldu sejenis rumput laut (Jepang: kombu broth). Rasa kristal asam glutamat ini dinamakannya "umami". (IGIS, 2007)

Banyak publikasi menunjukkan tingkat keamanan penggunaan MSG dalam makanan. FDA (Food and Drug Administration, semacam BPOMnya Amerika Serikat) mengkategorikan MSG sebagai Generally Recognized As Safe (GRAS), yaitu MSG aman untuk pemakaian tak berlebih, seperti halnya garam, soda, dll (US-FDA,1995). Pada tahun 1987, the Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari United Nations Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa monosodium glutamat itu aman. Di tahun 1991, the European Commission's Scientific Committee for Food (SCF) menegaskan kembali keamanan monosodium glutamat. Begitu pula Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) dalam laporannya kepada FDA pada tahun 1995, menyebutkan bahwa monosodium aman untuk dikonsumsi. (IGIS,2007)

Tetapi beberapa kalangan menuding bahwa MSG dapat menjadi pencetus timbulnya berbagai macam masalah kesehatan.

Pada beberapa orang yang sensitif, MSG dapat menyebabkan sakit kepala, mual, lemas, dan nyeri leher bagian belakang. Beberapa diantaranya mengeluh sesak dan perubahan denyut jantung. MSG yang berlebihan juga dihubungkan dengan “Chinese Restaurant Syndrome”, yaitu kumpulan gejala yang timbul setelah makan masakan restoran. Gejala tersebut antara lain kebas, jantung berdebar, lemas, sakit kepala, gangguan tidur, nyeri perut, gangguan penglihatan, dsb (DoctorNDTV, 2005).

MSG juga dianggap sebagai salah satu bahan eksitotoksin, yaitu bahan yang dapat merusak sel otak, terutama pada daerah hipotalamus. Rusaknya daerah hipotalamus dapat berakibat gangguan pertumbuhan, kegemukan, perawakan pendek, dan gangguan reproduksi. Meningkatnya kegemukan di masyarakat disinyalir berasal dari efek eksitotoksin ini. (Veracity, 2005).

Beberapa percobaan pada tikus juga menunjukkan efek negatif MSG. Penelitian yang dilakukan oleh Bellhorn RW dkk menunjukkan bahwa MSG mengganggu pertumbuhan pembuluh darah retina mata. Penelitian yang dilakukan Singh K dan Ahuwalia menyebutkan peningkatan bermakna peroksida lipid pada pembuluh darah arteri.

Scientific Paper tentang Eksitotoksin dan Saraf dapat ditemukan di http://www.dorway.com/blayenn.html (Bahasa Inggris).

Referensi :

DoctorNDTV (2005) : Does monosodium glutamate (MSG) harm the food in any way?. http://www.doctorndtv.com/
International Glutamate Information Service – IGIS (2007) : Penemuan, Keamanan Monosodium Glutamat. http://indonesia.glutamate.org/
US Food and Drug Administration (1995). FDA and Monosodium Glutamate (MSG). http://www.cfsan.fda.gov/
Veracity D (2005) : The link between monosodium glutamate (MSG) and obesity. http://www.newstarget.com/


Sumber :
http://www.wartamedika.com/2007/10/msg-amankan-bagi-tubuh.html
29 Oktober 2007