Kamis, 11 Februari 2010

Sejarah MSG


Manfaat asam amino glutamat sebagai penyedap rasa baru diketahui pada tahun 1908 oleh seorang ilmuwan Jepang bernama Dr. Kikunae Ikeda.

Penemuan MSG oleh Dr. Ikeda diawali oleh keprihatinannya terhadap kondisi fisik rakyat Jepang di kala itu. Sewaktu belajar ilmu Kimia modern di Jerman, dia membandingkan tubuh orang Jerman yang lebih tinggi dari pada orang Jepang. Dia juga mengamati makanan Jerman dan merasakan kesamaan cita rasa unik pada makanan Jerman yang juga ada pada makanan Jepang.

Setelah kembali ke Jepang, Dr. Ikeda memusatkan penelitiannya pada bumbu tradisionil Jepang, yaitu kaldu yang terbuat dari rumput laut (Kombu). Dia berhasil mengisolasi sumber rasa unik tersebut, yaitu asam Glutamat. Rasa ini kemudian diperkenalkannya dalam bahasa Jepang sebagai rasa “Umami”.

Penemuan Glutamat sebagai sumber rasa “Umami” mengukuhkan ambisi Ikeda untuk memperbaiki kondisi fisik bangsanya, yaitu melalui bumbu masak yang menambah citarasa dan kelezatan makanan Jepang. Dr. Ikeda mendapatkan paten atas metode produksi MSG. Namun, asam Glutamat murni yang dihasilkannya tidak menarik secara komersial karena sifat fisik dan kimianya. Hingga akhirnya Dr. Ikeda berhasil mensenyawakan glutamate dengan sodium menjadi Monosodium Glutamat (MSG). Dengan membagi hak patennya dengan seorang pemilik pabrik Iodine, Saburousuke Suzuki, Dr Ikeda kemudian berhasil mewujudkan hasratnya memproduksi dan memasarkan MSG secara massal.

Demikianlah, AJI-NO-MOTO (MSG) mulai dipasarkan di Jepang pada tahun 1909. Pada waktu itu MSG diproduksi melalui proses ekstraksi gluten hingga tahun 1960-an. Proses produksi ini tidak dapat memenuhi permintaan yang meningkat dengan cepat dari pasar Jepang dan dunia. Inovasi teknologi fermentasi pada tahun 1956 kemudian membantu usaha meningkatkan produksi MSG yang terus diterapkan hingga sekarang. MSG sekarang umumnya diproduksi dengan menggunakan bahan baku yang kaya glukosa seperti tetes tebu, singkong, jagung, gandum, sagu dan beras. Proses fermentasi merupakan proses pengolahan makanan traditional yang juga digunakan untuk membuat tape, tempe, kecap dan lain lain.

Meskipun MSG baru ditemukan oleh Dr Ikeda 100 tahun yang lalu, namun bumbu masak yang kaya glutamat ternyata sudah digunakan di zaman kuno dulu. Kecap ikan yang menjadi bumbu wajib di Asia tenggara ternyata sudah dipakai untuk melezatkan makanan oleh orang-orang Yunani dan Romawi 2500 tahun yang lalu. Kecap ikan sangat kaya kandungan glutamat bebasnya, yaitu 1370mg/100g. Di sepanjang Teluk Mediterania dan Laut Hitam ditemukan gerabah-gerabah kuno yang dipakai untuk membuat dan menyimpan kecap ikan oleh penduduk Yunani dan Romawi kuno. Pada masa Yunani kuno kecap ikan dinamakan Garon, sementara pada masa Romawi kuno dinamakan Garum atau Liquamen.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Mononatrium_glutamat

Sumber Gambar:
http://www.ssve.co.in/monosodium-glutamate.htm

Aspek Keamanan MSG Bagi Tubuh

Tulisan ini dibuat bukan untuk memperkeruh situasi, bahkan sebaliknya ingin menempatkan permasalahan pada tempatnya. Demikian pula tulisan ini tidak menyinggung masalah halal atau haramnya MSG (monosodium glutamate), karena pihak Majelis Ulama Indonesialah yang berwenang untuk itu. Yang akan dikemukakan adalah mengenai keamanan MSG bagi tubuh karena masih adaya kontroversi mengenai hal ini.

Tentu saja tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memihak kepada kepentingan siapa pun karena yang akan dikemukakan adalah kesimpulan hasil-hasil penelitian dari lembaga-lembaga yang sangat berkompeten mengenai status MSG sebagai salah satu bahan tambahan pangan (food additive), yang sangat perlu diketahui oleh masyarakat.

Apakah MSG?

MSG adalah garam natrium (sodium) dari asam glutamat (salah satu asam amino non esensial penyusun protein). MSG dijual sebagai kristal halus berwarna putih dan penampakannya mirip gula pasir atau garam dapur. MSG tidak mempunyai rasa, tetapi mempunyai fungsi sebagai penegas cita rasa (flavor enhancer) makanan. Sebagian besar peneliti meyakini bahwa MSG menstimulasi reseptor glutamat yang terdapat pada lidah untuk menegaskan cita rasa daging (meat like flavor). Akan tetapi yang berperan dalam hal itu adalah glutamat dalam bentuk bebas (asam glutamat), bukan sebagai garam natrium (MSG).

Dahulu orang-orang di Asia menggunakan kaldu rumput laut untuk memperoleh efek penegas cita rasa MSG. Akan tetapi, sekarang MSG diperoleh secara proses fermentasi dari bahan dasar pati, gula (bit atau tebu) atau molasses (tetes). Glutamat terdapat secara alami di dalam tubuh kita dan juga terdapat di dalam bahan pangan atau makanan yang mengandung protein seperti susu, keju, daging, kacang-kacangan, dan jamur.

Dalam usus, MSG dicerna menjadi asam glutamat bebas, sedangkan natrium akan bereaksi dengan klorida membentuk garam (NaCl). Selanjutnya asam glutamat diserap oleh usus dan dimetabolisme di dalam tubuh seperti halnya asam amino lainnya yang berasal dari protein makanan. Di dalam tubuh glutamat mempunyai peranan penting untuk berfungsinya sistem syaraf secara normal.

Regulasi Penggunaan MSG

Seperti telah disebutkan di atas, MSG merupakan salah satu bahan tambahan pangan (BTP). Di Indonesia regulasi mengenai penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM), Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.

Peraturan tentang penggunaan BTP yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI (cq Peraturan Menteri Kesehatan), mengacu pada peraturan-peraturan yang bersifat internasional seperti yang dikeluarkan oleh WHO (World Health Organization), Codex Alimentarius dari FAO (Food and Agriculture Organization) dan juga dari US-FDA (United States, Food and Drug Administration) serta peraturan-peraturan tentang BTP dari negar-negara lain di Eropa, Kanada, Australia dan lain-lain. US-FDA dikenal sebagai badan pengawasan obat dan makanan yang sangat keras dalam hal pelaksanaan peraturannya, sehingga peraturannya banyak ditiru oleh negara-negara lain termasuk Indonesia.

Berikut ini adalah ulasan ilmiah (scientific review) tentang MSG dari US-FDA, American Medical Association (AMA), Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB), European Communities (EC) Scientific Committee for Food, serta dari Joint Experts Committee on Food Additives (JECFA)-FAO dan dari WHO, Status Keamanan MSG.

Pada tahun 1959, US-FDA mengklasifikasikan MSG sebagai senyawa yang tergolong GRAS (generally recognized as safe), sama halnya seperti ingredient pangan yang umum digunakan misalnya garam dapur, cuka, dan baking powder. Hal ini berdasarkan sejarah penggunaan MSG selama sekian waktu sebelumnya yang menunjukkan bahwa MSG yang dikonsumsi dalam jumlah yang wajar tidak memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, dengan kata lain aman untuk dikonsumsi.

Sejak tahun 1970, US-FDA mensponsori penelitian mengenai kemanan MSG, senyawa glutamat lain dan protein hidrolisat untuk meneliti ulang tentang status MSG yang dinyatakan sebagi senyawa GRAS. Pada tahun 1986, Advisory Committee on Hypersentivity to Food Constituents dari US-FDA menyimpulkan bahwa MSG tidak menunjukkan pengaruh merugikan bagi kesehatan masyarakat, tetapi reaksi dalam waktu singkat dapat terjadi pada beberapa orang tertentu. Pada tahun 1987, JECFA-FAO dan WHO menempatkan MSG dalam kategori ingredient pangan yang paling aman (the safest category of food ingredients).

Laporan dari EC Scientific Committee for Foods, pada tahun 1991, memperkuat pernyataan tentang keamanan MSG dan mengklasifikasikan acceptable daily intake (ADI) MSG sebagai not specified. Istilah not specified untuk ADI Menunjukkan bahwa MSG sebagai ingredient pangan benar-benar aman bagi tubuh (the most favorable disignation for a food ingredient). Sebagai tambahan, EC Committee menyebutkan bahwa anak-anak kecil (infants) juga dapat memetabolisasi glutamat seefisien orang dewasa.

Laporan dari the Council on Scientific Affairs of the American Medical Association pada tahun 1992, menyebutkan bahwa glutamat dalam bentuk bebas atau dalam bentuk garam (MSG) tidak memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan (has not been shown to be a “significant health hazard”).

Laporan dari the Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) pada tahun 1995 antara lain menyebutkan bahwa pertama, sejumlah orang tertentu (an unknown percentage of the population) dapat bereaksi terhadap MSG dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala, mual-mual, dan jantung berdebar. Akan tetapi gejala tersebut terutama terjadi pada orang yang mengkonsumsi MSG dalam jumlah banyak (3 g atau lebih) dengan kondisi perut kosong (tanpa disertai makanan lain). Untuk diketahui, normalnya satu sajian makanan diberi tambahan MSG kurang dari 0,5 g; dan kedua, MSG tidak terbukti berkontribusi pada timbulnya penyakit alzheimer dan penyakit kronis lainnya.

Walaupun terdapat beberapa hasil penelitian menggunakan hewan percobaan, baik di Indonesia maupun di luar negeri yang menunjukkan pengaruh negatif dari MSG bagi hewan tersebut namun data di atas menunjukkan bahwa berbagai lembaga yang sangat kompeten baik di Amerika Serikat maupun di Eropa, dan bahkan badan-badan dunia seperti FAO dan WHO, mengklasifikasikan MSG sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi.

Sumber :
Deddy Muchtadi
Suara Pembaruan, Selasa 16 Januari 2001, dalam :
http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_msg.php

Batas Maksimum Penggunaan MSG

DALAM peraturan Menteri Kesehatan RI No. 7221 Menkes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, jelas tercantum kata secukupnya dalam kolom batas maksimum penggunaan asam glutamat.

Departemen kesehatan kita memang beralasan ketika merumuskan "Acceptable Daily Intake, Notspec-ifield) untuk MSG dengan kata "secukupnya", berapa saja, asal masih dapat diterima lidah kita.

Selera manusia tidak sama. Ada yang merasa cukup gurih hanya setengah bungkus bumbu, ada pula yang harus menggunakan satu bungkus. Malah masih ada yang perlu menambahkan lagi beberapa taburan MSG murni.

Semuanya memberikan alasan yang tidak menyalahi fakta mengenai MSG, bahwa MSG masuk dalam daftar GRAS (Generally Recognized as Safe). Semua bahan tambahan pangan yang tergolong GRAS tidak perlu dinyatakan dengan angka ba-
tas maksimum penggunaannya.

Secara alami asam glutamat terdapat dalam makanan kita sehari-hari seperti daging, telur, susu (termasuk ASI), keju, tomat dan berbagai macam sayuran dalam keadaan terikat dalam protein. Ini yang membuat rasanya tidak segurih MSG.

Badan pengawas obat dan makanan kita telah menerbitkan buku kumpulan Peraturan Perun-dang-Undangan di Bidang Makanan, termasuk bahan tambahan makanan agar masyarakat pada u-mumnya, khususnya yang bergerak di bidang produksi pangan mempunyai pengetahuan yang benar dan cukup luas terhadap penggunaan bahan tambahan pangan. Terima kasih.

Dra. I nlii-iim M. Gomulja


Sumber :
Pos Kota dalam :
http://bataviase.co.id/node/12387
11 Desember 2009

Penguat Rasa MSG Menyebabkan Kegemukan

Monosodium glutamat (MSG), zat penguat rasa yang digunakan secara luas, ternyata dapat menyebabkan kegemukan pada manusia. Hal ini diketahui melalui suatu penelitian yang dilakukan di University of North Carolina baru-baru ini. Sebelumnya, penelitian lain telah membuktikan bahwa MSG dapat menyebabkan penambahan berat badan pada binatang percobaan.

Para peneliti bekerjasama dengan rekan mereka di Cina meneliti sebanyak 752 pria dan wanita sehat, berusia antara 40-59 tahun, yang dipilih secara acak dari wilayah pedesaan di bagian utara dan selatan Cina. Para peserta percobaan dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan atas jumlah rata-rata asupan harian MSG. Rata-rata asupan harian MSG ketiga kelompok ini adalah sepertiga gram.

Ternyata diketahui bahwa kelompok yang menggunakan MSG paling banyak memiliki jumlah orang yang kegemukan sejumlah 3 kali lipat dibanding kedua kelompok lain yang menggunakan lebih sedikit MSG. Data ini sejalan dengan hasil yang dilakukan terhadap hewan percobaan tahun lalu.


Sumber :
http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/MSG_kegemukan.htm

Bahaya Monosudium Glutamat (MSG)

Sekedar mengingatkan tentang penggunaan MSG berlebih, terutama bagi anak-anak. Di masyarakat kita sering disebut Vetsin. Anak kecil dan Ibu yang sedang mengandung, jangan diberi MSG.

Di Indonesia, banyak beredar bermacam-macam merek "penyedap masakan". Ada yang berasal dari Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong dan lainnya. Semuanya mempunyai komposisi yang sama, yaitu Mono Sodium Glutamat (MSG) yang rumus kimianya HCOCCH(HN2)2COO-NA yang merupakan hasil campuran asam glutamat dan Natrium Hidroksida.

Bahan yang paling penting untuk membuat MSG yaitu asam glutamat yang berupa asam amino yang ada pada tumbuhan, hewan, minyak bumi dan pada tubuh manusia. Pernah diberitakan bahwa asam glutamat itu dibuatnya dari otak babi. Hal ini sukar untuk dipercaya sebab tidak ekonomis, susah untuk membuatnya dan lagi asam glutamat yang ada di dalam otak babi itu hanya berkadar 0,01%.Di Indonesia, asam glutamat dibuat dari Melase (gula tetes), sisa gula tebu yang sudah tidak bisa menjadi kristal.

Di negara yang tidak mempunyai tebu, asam glutamat itu dibuatnya dari ganggang, gula bit, gandum, kedelai, tapioka, minyak bumi atau sengaja dibuat secara sintetis yang membutuhkan teknologi tinggi dan modal besar.MSG dan Kesehatan Orang Jepang menggunakan MSG dari tahun 1920. Karena penggunaan MSG sudah merebak ke seluruh dunia, para ilmuwan sudah mengadakan berbagai percobaan tentang bahaya penggunaan MSG. Pada awalnya yang dipakai percobaan itu anak ayam, anak bebek, kelinci dan monyet.

- Shimizhu dkk (1971) melaporkan : MSG yang diberikan kepada anak ayam yang dicampurkan pada air minumnya menyebabkan matinya anak ayam tersebut karena kerusakan ginjal.

- Greenberg dkk (1973) melaporkan : sel-sel darah putih tikus kecil yang diberi pakan MSG berubah menjadi sel-sel kanker.

- Snapir dkk (1971) melaporkan : jumlah sel otak anak ayam yang sudah diberi MSG berkurang 24% dibanding dengan anak ayam yang normal tanpa diberi MSG.

- Institut Penelitian dan Pencegahan untuk Kesehatan Nasional dari Kementrian Kesehatan Jepang mengadakan percobaan dengan jalan memberi larutan MSG 2% terhadap beberapa anak ayam. Ternyata bahwa anak ayam tersebut semuanya mati.

- Sedang yang dilaporkan oleh Baptist (1974) yaitu:MSG di Singapura menyebabkan penyakit radang hati dan menurukan tingkat kecerdasan (IQ) bagi anak-anak sekolah.

- Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Dr. Iwan T. Budiarso yang hasilnya, yaitu anak ayam dan anak bebek yang diberi MSG itu mati. Sedangkan anak ayam yang sudah agak besar seperti yang dibius, jalannya tidak normal, dan masih banyak gejala lainnya.

Masih banyak penelitian-penelitian yang membuktikan bahwa MSG itu berefek negatif terhadap hewan-hewan percobaan.

WHO pun tidak tinggal diam, hasil penelitian berupa rekomendasi yang disampaikan pada sidang CODEX ALIMENTARY COMMISSION (CAC) tahun 1970 menyebutkan bahwa MSG berupa makanan sehari-hari, bisa dipakai paling banyak 6 mg/kg berat badan manusia dewasa. Jadi, kalau berat badannya 50 kg, seharinya tidak boleh lebih dari 2 gram.

Di Amerika dan di Singapura ada peraturan tidak boleh ditambahkan terhadap produk makanan bayi dan makanan instan. Maka, harus sesuai takaran dan pencampurannya pun harus dibatasi.

Kesimpulan :

Mengacu pada kenyataan-kenyataan di atas, kita bisa menimbang-nimbang untung dan ruginya menggunakan MSG dalam makanan sehari-hari. Satu hal paling nyata, MSG bisa menimbulkan gejala alergi atau keracunan yang disebut Chinese Restaurant Sindrom. Pusing, mual, muntah-muntah bisa menimbulkan sakit dada seperti yang terserang penyakit jantung.

Saran-saran:
1. Jangan terlalu mudah mencampurkan MSG kepada makanan, karena makanan yang memakai bumbu tradisional pun sudah terasa enak.

2. Hati-hati dalam penggunaan MSG. Tidak boleh melebihi takaran yang sudah ditentukan yaitu 6 mg/kg berat badan manusia/sehari buat manusia dewasa.

3. Anak kecil atau Ibu yang sedang mengandung, harus hati-hati supaya jauh dari pengaruh negatif.

4. Hindari makanan/minuman yang mengandung pengawet, pewarna, esen dan pemanis buatan. Selain itu, Bunda juga harus hati-hati memberikan makanan untuk anak-anak tercinta.


Sumber :
http://www.medicalera.com/index.php?option=com_myblog&show=bahaya-monosodium-glutamat-msg.html&Itemid=314
12 Januari 2009

Tanya Tentang Makanan Instan dan MSG

Bu Dokter, saya memiliki seorang putra berumur 15 bulan dan karena kesibukan saya dan istri, selain susu formula dan ASI, kami memberikan makanan berupa tim atau bubur instant kardusan setiap hari karena tidak sempat memasak makanan khusus. Yang saya tanyakan: 1. Apakah memakan makanan instant seperti itu setiap hari bisa berdampak negatif? 2. Seberapa aman kadar MSG bisa dikonsumsi anak seusia putra saya? Terima kasih.

Fathur, 32 tahun


Jawaban :

Dear ananda Fathur, Sebenarnya apabila pemberian ASI dan susu formula cukup sesuai petunjuk dokter spesialis anak, makanan padat lain adalah untuk memicu fungsi organ pencernaan sesuai tahapan perkembangan organ dan fungsinya yang optimal - tepat guna. Semua produk yang keluar di pasaran dengan nomor legalitas dari Badan Pemerintahan / Fabrikan, untuk hal ini adalah Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM), pastinya telah memenuhi standar produk dan operasionalnya, dengan pelabelan sah sampai dengan tanggal kadaluarsa, bisa dijamin aman bila dikonsumsi sesuai aturan yang tertera pada label.

Tapi yang ananda bicarakan disini adalah makanan instan kardusan. Walaupun, ya sistem pencernaan balita itu belum begitu kompleks untuk mencerna jenis-jenis makanan, tapi makanan jenis instan ini tidak baik untuk sistem pencernaan si balita yang sedang menuju tahap maturasi, pada beberapa balita makanan instan bisa menimbulkan diare ataupun sembelut dan bahkan hilangnya nafsu makan (karena pencernaan trauma). Ada baiknya untuk membuatkan untuk anak balita itu segelas jus buah-buahan segar, yang saya yakin pembuatannya juga tidak sulit dan memakan waktu lama. Pengenalan balita dan sistem pencernaannya dengan makanan-minuman alami ini penting, jangan melulu diberi makanan instan / bubur, supaya sistem pencernaannya bisa terbiasa atau terstimulasi dengan baik dengan sesuatu yang alami, yang alami / natural itu bisa dipastikan lebih baik dari pada makanan instan.

Cobalah buah-buahan segar ini, saya yakin, untuk anak seumur anak ananda bisa juga menikmatinya (saya tahu karena cucu saya juga menikmati buah-buah segar yang diberikan). Nah, coba luangkan waktu ananda berdua istri, ataupun bisa salah satu dari kalian, untuk mendampingi si kecil menkonsumsi buah segar. Bisa dibuatkan jadwal perminggu untuk ini supaya bisa lebih mudah melakukan pengawasan. Jadwal pemberian buah-buahan segar ini bisa diberikan kepada pembantu atau baby sitter, sehingga walaupun ananda berdua sibuk seharian, pola makan balita ananda bisa ananda berdua awasi dengan baik.

Untuk masalah MSG. Telah ada penelitian yang dilakukan UGM dengan kerjasama dengan University of Western Australia, disimpulkan bahwa tidak ditemukan gangguan kesehatan pada orang sehat yang makanannya ditambah MSG sampai 3 gram pada setiap porsinya. Bahkan tekanan darah, kecepatan denyut nadi dan pernafasan pada kelompok sampel orang-orang yang diberi MSG antara 1,5 sampai 3 gram, juga tidak ada perbedaan yang signifikan dengan kelompok yang makanannya tanpa MSG.

Menurut Bpk Sunarto Prawiro Sujanto, Ketua Persatuan Pabrik MSG dan Asam Glutamat Indonesia, yang juga mantan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Pertama(1974), kandungan MSG di makanan ringan / snack paling banyak itu adalah 0,004 %, lebih dari itu, makanan ringan akan terasa begitu asin yang beliau yakin orang-orang juga tidak akan mau memakannya. Bahkan ketua Badan POM, Bpk. Sampurno, dan juga Badan Kesehatan PBB, WHO, telah menyatakan MSG itu aman bagi kesehatan, asal konsumsinya tidak berlebihan. Untuk bayi dan anak dibawah 3 bulan, tentu saja tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi ini, dengan pemikiran sistem pencernaannya masih terlalu rentan. Demikian penjelasan dari saya, semoga bermanfaat.


Sumber :
http://mediasehat.com/tanyajawab200

MSG: Amankan bagi tubuh?

MSG adalah bahan penambah cita rasa yang hampir setiap hari kita konsumsi. Tengoklah komposisi mi instan yang kita santap atau makanan ringan yang kita makan. Sebagian besar mengandung monosodium glutamat (MSG), kadang-kadang ditulis mononatrium glutamat. Natrium adalah kata yang lazim digunakan di Indonesia untuk mengganti kata sodium.

MSG tidak hanya ditemukan pada makanan buatan pabrik, tetapi juga pada makanan tradisional misalnya bakso, mie basah atau goreng, sayur, dan sebagainya. Bahkan, takaran penggunaan vetsin (yang bahan bakunya adalah MSG) pada makanan tersebut cenderung tidak terukur atau hanya berdasarkan perasaan saja.

Glutamat pertama kali ditemukan oleh Ritthausen dari Jerman di tahun 1866, sedangkan Profesor Kikunae Ikeda dari Tokyo Imperial University pada tahun 1907 untuk pertama kalinya berhasil mengesktrak kristal asam glutamat dari air kaldu sejenis rumput laut (Jepang: kombu broth). Rasa kristal asam glutamat ini dinamakannya "umami". (IGIS, 2007)

Banyak publikasi menunjukkan tingkat keamanan penggunaan MSG dalam makanan. FDA (Food and Drug Administration, semacam BPOMnya Amerika Serikat) mengkategorikan MSG sebagai Generally Recognized As Safe (GRAS), yaitu MSG aman untuk pemakaian tak berlebih, seperti halnya garam, soda, dll (US-FDA,1995). Pada tahun 1987, the Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari United Nations Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) menegaskan bahwa monosodium glutamat itu aman. Di tahun 1991, the European Commission's Scientific Committee for Food (SCF) menegaskan kembali keamanan monosodium glutamat. Begitu pula Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) dalam laporannya kepada FDA pada tahun 1995, menyebutkan bahwa monosodium aman untuk dikonsumsi. (IGIS,2007)

Tetapi beberapa kalangan menuding bahwa MSG dapat menjadi pencetus timbulnya berbagai macam masalah kesehatan.

Pada beberapa orang yang sensitif, MSG dapat menyebabkan sakit kepala, mual, lemas, dan nyeri leher bagian belakang. Beberapa diantaranya mengeluh sesak dan perubahan denyut jantung. MSG yang berlebihan juga dihubungkan dengan “Chinese Restaurant Syndrome”, yaitu kumpulan gejala yang timbul setelah makan masakan restoran. Gejala tersebut antara lain kebas, jantung berdebar, lemas, sakit kepala, gangguan tidur, nyeri perut, gangguan penglihatan, dsb (DoctorNDTV, 2005).

MSG juga dianggap sebagai salah satu bahan eksitotoksin, yaitu bahan yang dapat merusak sel otak, terutama pada daerah hipotalamus. Rusaknya daerah hipotalamus dapat berakibat gangguan pertumbuhan, kegemukan, perawakan pendek, dan gangguan reproduksi. Meningkatnya kegemukan di masyarakat disinyalir berasal dari efek eksitotoksin ini. (Veracity, 2005).

Beberapa percobaan pada tikus juga menunjukkan efek negatif MSG. Penelitian yang dilakukan oleh Bellhorn RW dkk menunjukkan bahwa MSG mengganggu pertumbuhan pembuluh darah retina mata. Penelitian yang dilakukan Singh K dan Ahuwalia menyebutkan peningkatan bermakna peroksida lipid pada pembuluh darah arteri.

Scientific Paper tentang Eksitotoksin dan Saraf dapat ditemukan di http://www.dorway.com/blayenn.html (Bahasa Inggris).

Referensi :

DoctorNDTV (2005) : Does monosodium glutamate (MSG) harm the food in any way?. http://www.doctorndtv.com/
International Glutamate Information Service – IGIS (2007) : Penemuan, Keamanan Monosodium Glutamat. http://indonesia.glutamate.org/
US Food and Drug Administration (1995). FDA and Monosodium Glutamate (MSG). http://www.cfsan.fda.gov/
Veracity D (2005) : The link between monosodium glutamate (MSG) and obesity. http://www.newstarget.com/


Sumber :
http://www.wartamedika.com/2007/10/msg-amankan-bagi-tubuh.html
29 Oktober 2007

Mengapa tidak baik mengkonsumsi MSG berlebihan ?

Sejak ditemukannya asam glutamat atau yang sering disebut dengan MSG (Monosodium Glutamat) pada tahun 1940, asam glutamat telah digunakan di berbagai macam jenis produk makanan di berbagai negara, khususnya dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Asam glutamat merupakan salah satu dari 20 asam amino yang ditemukan pada protein dan MSG merupakan monomer dari asam glutamat. MSG memberikan rasa gurih dan nikmat pada berbagai macam masakan, walaupun masakan itu sebenarnya tidak memberikan rasa gurih yang berarti. Penambahan MSG ini membuat masakan seperti daging, sayur, sup berasa lebih nikmat dan gurih. MSG dijual dalam berbagai bentuk produk dan kemasan, produk penyedap rasa seperti Ajinomoto atau Royco mengandung MSG sebagai salah satu bahan penyedap rasa. Produk makanan siap saji, makanan beku maupun makanan kaleng juga mengandung MSG dalam jumlah yang cukup besar. Selain lada dan garam, botol berlabel penyedap rasa yang mengandung MSG juga dapat dengan mudah ditemukan di rak bumbu dapur maupun di atas meja restoran. Umumnya, Restoran Cina banyak menggunakan MSG untuk menyedapkan masakan-masakannya.

Walaupun sebagian besar orang dapat mengkonsumsi MSG tanpa masalah, beberapa orang memiliki alergi bila mengkonsumsi berlebihan yaitu gejala seperti pening, mati rasa yang menjalar dari rahang sampai belakang leher, sesak nafas dan keringat dingin. Secara umum, gejala-gejala ini dikenal dengan nama sindrom restoran cina.

Di dalam otak, enzim mengkatalis dekarbosilasi asam glutamat menjadi gamma-asam aminobutrat :

Asam glutamat dan gamma-asam aminobutrat mempengaruhi transmisi signal didalam otak. Asam glutamat meningkatkan transmisi signal dalam otak, sementara gamma-asam aminobutrat menurunkannya. Oleh karenanya, mengkonsumsi MSG berlebihan pada beberapa individu dapat merusak kesetimbangan antara peningkatan dan penurunan transmisi signal dalam otak. Oleh karena itu, pada akhir tahun 1970, perusahaan-perusahaan makanan bayi bersepakat untuk tidak memasukkan unsur MSG ke produk-produk makanan bayi.


Sumber :
Soetrisno
http://www.chem-is-try.org/tanya_pakar/mengapa_tidak_baik_mengkonsumsi_msg_berlebihan/
5 Juni 2003

MSG Dalam Cemilan Anak-Anak

Yayasan PIRAC menemukan banyak pengusaha cemilan anak-anak tak mencantumkan adanya MSG dalam kemasannya.Bahaya konsumsi MSG atau monosodium glutamat yang berlebihan masih belum disadari oleh masyarakat luas. Padahal makanan yang mengandung MSG minimum 5 gram dapat memicu penyakit asma. Selain itu berbagai reaksi tubuh dapat muncul setelah mengkonsumsi MSG seperti gatal, mual dan muntah, migrain, gangguan hati serta ketidakmampuan belajar serta depresi.

Rendahnya kesadaran itu disebabkan pengusaha industri makanan masih enggan mencantumkan label jumlah penggunaan MSG dalam kemasan produknya. Hal ini disampaikan Yayasan PIRAC-Lembaga Konsumen Jakarta kepada wartawan di kantornya di bilangan Mampang Prapatan Jakarta Selatan Kamis (31/7) siang.

Menurut Koordinator Lembaga Konsemen Jakarta As'ad Nugroho masyarakat hingga saat ini masih membutuhkan MSG untuk memperkaya rasa masakan mereka. "Kan tidak enak makan bakso tanpa MSG," katanya. Mengutip keterangan LKJ, data yang didapat dari Deperindag, konsumsi bumbu penyedap tiap tahun rata-rata meningkat 10,3 persen. Tahun 1999 konsumsi bumbu penyedap itu diperkirakan mencapai 129.756 ton.

Yayasan PIRAC dan LKJ beberapa waktu lalu melakukan penelitian terhadap 13 produk makanan ringan yang ada dipasaran. Seperti Cheetos, Smax, Double Decker, Anak Mas, Taro Snack, Gemez, Twisste corn, Happy Tos, chiki, Chitato, Jetz, Twistko, dan Twistee Corn. Semua produk tersebut diuji kadar MSGnya di laboratorium PT Sucofindo dengan metode kromatografi.

Hasil dari penelitian tersbut, tiga produk memiliki kadar MSG lebih dari satu persen yaitu Twistko, Cheetos dan Chitato. Sementara produk-produk yang memiliki kadar MSG antara 0,5 sampai satu persen antara lain Chiki, Happytos, Taro Snack, Gemez, Smack, Anak Mas dan Jetz. Sedangkan yang memiliki kadar MSG dibawah 0,5 persen adalah Double Decker, Twistee Corn dan Golden Horn.

Pencantuman label MSG dalam kemasan produk-produk tersebut juga tidak luput dari perhatian Yayasan PIRAC dan LKJ. Dari semua produk yang diteliti tujuh produk diantaranya tidak mencantumkan penggunaan MSG didalamnya. Padahal dalam produk tersebut ada kandungan MSG yang cukup tinggi. Ketujuh produk tersebut adalah Taro Snack, Smax, Golden Horn, Chiki, Chitato, Cheetos, dan Anak Mas. Sedangkan yang jelas-jelas mencantumkan penggunaan MSG hanya empat yaitu JETZ, Twistko, Double Decker, dan Twistee Corn.

As'ad hingga saat ini belum melihat Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) melakukan tindakan terhadap industri-industri tersebut. "Mungkin mereka belum melihat hal (pelanggaran) itu," kata As'ad. As'ad meminta agar badan POM bisa memberi batasan takaran penggunaan MSG yang aman bagi konsumen. "Selain itu juga menindak produsen yang tidak mencantumkan komposisi produk makanan tersebut," tambahnya. Pelanggaran yang dimaksud LKJ adalah UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya pasal 30 ayat 2 UU.mengenai label
Menurut Nurhasan, staf peneliti PIRAC-LKJ, MSG terbagi ke dalam dua jenis yaitu alami dan buatan. Yang alami bisa didapatkan dalam susu, air susu ibu, rumput laut serta tomat. "Kebanyakan industri makanan memakai MSG sintetis karena biaya ekstraksi MSG alami lebih mahal," katanya.


Sumber :
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1066626299,1801,
21 Oktober 2003

Waspadalah: MSG Membuat Ketagihan Makan!

MSG bisa membuat Anda makan lebih banyak, inilah faktanya!

Apakah Anda sering merasa selalu lapar? Penelitian baru yang dikutip dari laman Shine menunjukkan bahwa makanan yang diproses atau makanan olahan dipastikan bisa membuat seseorang ketagihan.

Hal ini tentunya akan membuat nafsu makan seseorang terus bertambah. Apa penyebabnya?

Rata-rata makanan olahan menggunakan Monosodium Glutamat (MSG) sebagai salah satu bumbu dasar untuk menyedapkannya.

Perlu Anda tahu bahwa rasa umum MSG dapat merusak bagian otak yang mengendalikan nafsu makan. Bahkan dapat menyebabkan sakit kepala pada orang yang sensitif!

Bahan tambahan ini sering ditemukan dalam masakan Cina serta beberapa makanan kaleng sup dan sayur-sayuran serta makanan olahan seperti mie instan, keripik, dan saus salad.

Jika Anda tengah menjalankan program diet, ada baiknya hindari penggunaan MSG pada setiap makanan Anda. Usahakan mengonsumsi makanan sehat tanpa MSG serta hindari garam dan gula secara berlebihan.


Sumber :
Irina Damayanti, Lutfi Dwi Puji Astuti
http://kosmo.vivanews.com/news/read/128713-waspadalah__msg_membuat_ketagihan_makan_
11 Februari 2010

Kontroversi Penggunaan MSG

HAMPIR semua orang pernah merasakan atau mencicipi yang namanya vetsin, atau istilah kimianya adalah monosodium gluatamate (MSG).

Masakan diyakini tidak berasa lezat apabila belum dibubuhi MSG. Namun, dari sisi kesehatan, produk ini masih menimbulkan kontroversi.

Merek-merek MSG yang beredar di Indonesia bermacam-macam dan saat ini mudah dijumpai di pasaran. Kira-kira 30–40 tahun lalu, MSG mengandung kontroversi mengenai masalah keamanan bagi kesehatan manusia.

Hal ini bermula pada 1968, ketika Ho Man Kwok mengirim surat kepada The New England Journal of Medicine, yang menyatakan bahwa dia selalu mengalami sindroma yang aneh setelah menyantap makanan di restoran China. Dari sinilah isu keamanan kesehatan MSG bermula, dan timbullah istilah yang bernama Chinese Restaurant Syndrome (CRS).

Sindroma ini mempunyai gejala antara lain, merasakan mati rasa di daerah belakang leher yang menjalar hingga lengan dan punggung. Namun, biasanya gejalanya akan hilang sendiri setelah dua jam. Setelah muncul istilah CRS ini barulah MSG menjadi isu kesehatan yang mengglobal. Banyak pihak yang akhirnya meninggalkan konsumsi MSG karena termakan isu CRS, terutama di negara-negara Barat.

Isu malah berkembang hingga banyak yang mengatakan bahwa MSG adalah zat karsinogenik (zat yang menyebabkan kanker) dan juga zat yang menyebabkan palpitasi jantung dan sebagainya. Kini, lebih 40 tahun telah berlalu. Berbagai macam penelitian mengenai MSG pernah dilakukan oleh banyak pihak.

Hasilnya, MSG tidak terbukti secara langsung menyebabkan berbagai penyakit. Pandangan MSG sebagai penyebab berbagai macam problema kesehatan lalu diubah. Food and Drugs Administration (FDA), badan yang menangani masalah makanan dan obat-obatan di Amerika Serikat, sudah resmi mengatakan bahwa bumbu masak yang ditemukan pada 1909 oleh Ajinomoto Corporation di Jepang itu aman dikonsumsi.

MSG mengandung lebih sedikit sodium (natrium) dibandingkan garam,sehingga secara teoritis merupakan zat substituen (pengganti) yang baik untuk garam bagi mereka yang harus berdiet rendah sodium. MSG menurut penelitian bukan karsinogenik (zat yang dapat menimbulkan kanker) dan juga bukan zat mutagenik (zat yang dapat memicu mutasi gen).

Meski FDA telah menyatakan bahwa MSG aman dikonsumsi dan rendah sodium, tentu kita menghindarkan konsumsi yang berlebihan. Kita semua yakin bahwa segala yang dikonsumsi berlebihan berakibat kurang baik bagi tubuh. Untuk itu, konsumsilah MSG secukupnya, terutama bagi Anda yang berbadan sehat tanpa pantangan diet MSG dari dokter.

MSG tidak dianjurkan bagi mereka yang sensitif terhadap MSG (sekitar 1 persen dari populasi) dan juga mereka yang sering terkena serangan asma berat. Jika terlalu banyak termakan, MSG dapat menyebabkan keracunan garam yang berakibat tekanan darah tinggi (hipertensi).

Untuk golongan penduduk dengan kelebihan berat badan (kegemukan atau obesitas), risikonya naik menjadi 50 persen. Hipertensi yang kronis dan diabaikan dapat secara tiba-tiba membawa malapetaka, seperti serangan jantung ataustroke. Keracunan garam juga bisa menyebabkan lemah jantung, penyakit jantung koroner, dan gangguan ginjal.

Keracunan garam dapat terjadi karena kadar natrium/sodium dalam 1 gram garam dapur setara dengan kadar natrium/sodium yang terkandung dalam 3 gram (1 sendok teh) MSG. Satu gram garam dapur membuat satu mangkuk sup atau mi menjadi asin.

Sebaliknya, 3 gram MSG tidak terasa asin, malah terasa lezat dan gurih, sehingga secara tidak sadar kita bisa keracunan natrium/sodium karena keblabasan menambahkan MSG.

Apalagi, jika sejak bayi sudah mulai dijejali dengan MSG dengan kadar berlebih dan terus-menerus sampai dewasa. Biasanya, orang yang terbiasa mengonsumsi MSG menjadi toleran dan ingin makan lebih banyak lagi karena sudah kecanduan. Hasilnya, tidak mustahil 20 tahun kemudian sebagian besar bayi sudah mulai mengidap hipertensi.(Koran SI/Koran SI/tty)


Sumber :
http://lifestyle.okezone.com/read/2010/01/13/27/293675/kontroversi-penggunaan-msg
13 Januari 2010

Efek MSG Pada Ibu Hamil

Saat hamil perempuan harus memperhatikan apa saja yang dikonsumsinya karena ditakutkan bisa berpengaruh terhadap perkembangan janin. Salah satu yang harus diperhatikan adalah bahan tambahan dalam makanan.

Bahan penyedap rasa atau biasa dikenal dengan MSG (monosodium glutamat) adalah suatu bahan yang dimasukkan dalam makanan untuk memberikan tambahan rasa. MSG yang biasa diguanakan adalah garam natrium yang berguna meningkatkan rasa tanpa memberikan kontribusi tersendiri.

Efek dari MSG ini memang telah menjadi subyek untuk beberapa penelitian. Namun, sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan kerugian atau risiko pada penelitian terhadap manusia. Penelitian hanya sebatas hewan percobaan tikus yang menunjukkan MSG dalam jumlah besar bisa menembus plasenta dan menyebabkan kerusakan perkembangan otak.

Lalu bolehkan ibu hamil mengonsumsi MSG?

Seperti dikutip dari Babycenter, Senin (21/12/2009) penelitian menunjukkan MSG dalam jumlah kecil tidak bisa menembus plasenta, sehingga tidak mempengaruhi perkembangan anak yang dikandungnya. Karenanya ibu hamil boleh-boleh saja mengonsumsi MSG dalam makanan asalkan kadarnya tidak berlebihan.

Salah satu kandungan yang harus diperhatikan dalam MSG adalah kadar natriumnya. Meskipun natrium yang terkandung lebih rendah dari natrium yang terdapat pada garam, tapi tetap saja bisa membuat seseorang dehidrasi. Ini disebabkan oleh sifat natrium yang dapat menarik kandungan air dalam tubuh.

Badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (FDA) telah melakukan pengujian terhadap MSG selama bertahun-tahun hingga akhirnya dikategorikan sebagai bahan yang aman.

Namun, FDA tetap memberikan peringatan bagi siapapun agar memperhatikan kandungan MSG dari tiap makanan yang dikonsumsi tanpa memperhatikan apakah orang tersebut hamil atau tidak.

Karena pada beberapa orang yang sangat sensitif terhadap bahan penyedap bisa memicu timbulnya sakit kepala, mual, muntah, pusing hingga gangguan tidur. Jika seseorang sudah mengetahui bahwa dirinya sangat sensitif terhadap MSG sebelum hamil, sebaiknya menghindari bahan tersebut selama kehamilan.

Meskipun tidak ada bukti pada manusia bahwa MSG berbahaya bagi perkembangan janin, tapi sebaiknya ibu hamil berlaku bijak dalam mengonsumsinya.

Karena MSG dalam porsi besar bisa saja menimbulkan bahaya bagi janin yang dikandung atau ibu hamil tersebut, terutama jika si ibu orangnya sangat sensitif.(ver/ir)


Sumber :
Vera Farah Bararah - detikHealth
http://health.detik.com/read/2009/12/21/101315/1263436/764/efek-msg-pada-ibu-hamil
21 Desember 2009

Debat Seputar Bahaya MSG

Mengapa MSG dianggap berbahaya, sehingga harus ditiadakan dari daftar menu? Apa saja bahaya kesehatan yang dihubungkan dengan MSG? Apakah semua tuduhan bahwa MSG berbahaya berdasarkan bukti ilmiah yang nyata? Bagaimana pendapat otoritas pengawas makanan ternama dunia tentang profil keamanan MSG?

MSG dibuat dari molasses tebu atau dari tepung jagung, singkong, beras, atau sagu. Melalui proses fermentasi oleh mikroba, unsur karbohidrat dari bahan-bahan tersebut diolah menjadi glutamat. Glutamat yang dihasilkan bakteri ini lalu melalui berbagai proses lagi, seperti netralisasi, dekolorisasi (membuang warna sehingga menjadi putih), pengkristalan, pengeringan, pengayakan, dan terakhir pengepakan, hingga siap untuk dipasarkan. MSG, sesuai namanya, adalah natrium dan glutamat. MSG mengandung natrium sekitar 12% dari berat MSG, dan 78% glutamat, sedangkan sisanya adalah air sebanyak 10%. Natrium adalah mineral yang juga merupakan komponen utama garam. Glutamat adalah salah satu jenis protein yang merupakan komponen alamiah berbagai jenis makanan seperti daging, ayam, makanan laut, sayuran, dan juga bumbu masak, seperti terasi.

Sekarang ini, asupan harian MSG di negara maju berkisar antara 0,3 - 1,0 gram per hari. Angka asupan ini mungkin lebih tinggi di negara-negara Asia. Pada tahun 1995 FASEB menjawab permintaan dari badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat FDA (Food and Drug Administration) untuk meneliti keamanan MSG terkait dengan banyaknya isu negatif tentang MSG. FASEB adalah singkatan dari Federation of American Societies for Experimental Biology, lembaga di Amerika Serikat yang mendedikasikan diri untuk penelitian seputar ilmu biologi dan biomedis.

Dalam laporannya pada FDA, FASEB mengemukakan fakta-fakta ilmiah sebagai berikut di bawah ini:

Apakah MSG menyebabkan timbulnya "Chinese Restaurant Syndrome"?

MSG dituduh sebagai biang keladi penyebab berbagai keluhan, yang disebut dengan istilah Chinese Restaurant Syndrome. Istilah ini berasal dari kejadian ketika seorang dokter di Amerika makan di restoran China, kemudian mengalami mual, pusing, dan muntah-muntah. Sindrom ini terjadi disinyalir lantaran makanan China mengandung banyak MSG. Laporan ini kemudian dimuat pada New England Journal of Medicine pada 1968. Secara lengkap, sindrom atau kumpulan gejala itu terdiri atas:

* Rasa terbakar di bagian belakang leher, lengan atas, dan dada
* Rasa penuh di wajah
* Nyeri dada
* Sakit kepala
* Mual
* Berdebar-debar
* Rasa kebas di belakang leher menjalar ke lengan dan punggung
* Rasa kesemutan di wajah, pelipis, punggung bagian atas, leher, dan lengan
* Mengantuk
* Lemah

Berbagai penelitian ilmiah selanjutnya tidak menemukan adanya kaitan antara MSG dengan sindrom restoran China ini. Faktanya, mungkin ada sekelompok kecil orang yang bereaksi negatif terhadap MSG sehingga mengalami hal-hal tersebut. Namun belum jelas berapa persen dari penduduk yang mengalami hal ini. Selain itu, reaksi negatif MSG ini baru muncul bila orang tersebut makan sedikitnya 3 gram MSG tanpa makanan (dalam kondisi perut kosong). Keadaan ini bisa dikatakan sangat jarang terjadi, karena MSG biasanya dicampurkan ke dalam masakan. Selain itu, terdapat juga bahan makanan lain, terutama karbohidrat, yang dimakan bersamaan dengan MSG.

Apakah benar MSG menimbulkan sesak nafas pada penderita asma?
Sesak nafas pada penderita asma setelah mengonsumsi MSG mungkin terjadi bila penyakit asmanya tidak terkontrol atau tidak diobati sebagaimana mestinya. Sementara untuk dugaan antara konsumsi MSG dengan timbulnya lesi (luka) pada otak, munculnya penyakit Alzheimer, Huntington Disease, amyotopic lateral sclerosis, dan penyakit kronis lainnya, FDA telah mengambil tindakan. Badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat ini telah meminta FASEB untuk menelaah ulang semua penelitian tentang efek kesehatan MSG.

Laporan final FASEB diterbitkan dalam buku setebal 350 halaman untuk FDA pada tanggal 31 Juli 1995. Berdasarkan laporan ini, FDA berpendapat bahwa tidak ada bukti ilmiah apa pun yang membuktikan bahwa MSG atau glutamat menyebabkan lesi otak dan penyakit kronis.

Kesimpulannya, MSG atau vetsin aman untuk digunakan atau dikonsumsi dalam makanan sehari-hari. Berbagai "mitos" tentang efek samping MSG tidak memiliki bukti ilmiah yang kuat, sehingga seluruh badan pengawasan makanan dunia masih menggolongkan MSG sebagai bahan yang "Generally Regarded as Safe" (GRAS) dan tidak menentukan berapa batas asupan hariannya.

(Dr Johanes C. Chandrawinata, MND, dokter spesialis gizi klinik dari Rumah Sakit Melinda, Bandung)


Sumber :
http://female.kompas.com/index.php/read/xml/2009/09/09/09163428/debat.seputar.bahaya.msg
9 September 2009

Monosodium Glutamat

Monosodium glutamat atau MSG adalah salah satu bahan tambahan makanan yang digunakan untuk menghasilkan flafour atau cita rasa yang lebih enak dan lebih nyaman ke dalam masakan, banyak menimbulkan kontroversi baik bagi para produsen maupun konsumen pangan karena beberapa bagian masyarakat percaya bahwa bila mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG, mereka sering menunjukkan gejala-gejala alergi. Di Cina gejala alergi ini dikenal dengan nama Chinese Restaurant Syndrome (CRS).

Beberapa laporan menyatakan bahwa orang-orang yang makan di restoran Cina, setelah pulang timbul gejala-gejala alergi sebagai berikut: mula-mula terasa kesemutan pada punggung dan leher, bagian rahang bawah, lengan serta punggung lengan menjadi panas, juga gejala-gejala lain seperti wajah berkeringat, sesak dada dan pusing kepala akibat mengkonsumsi MSG berlebihan. Gejala-gejala ini mula-mula ditemukan oleh seorang dokter Cina yang bernama Ho Man Kwok pada tahun 1968 yaitu timbulnya gejala-gejala tertentu setelah kira-kira 20 sampai 30 menit konsumen menyantap makanan di restoran China.

Komisi penasehat FDA (FDA”s Advisory Committee) bidang Hypersensitivity to Food Constituents dari hasil penelitiannya melaporkan 2 hal mengenai gejala CRS tersebut yaitu: MSG dicurigai sebagai penyebab CRS dan pada saat itu ditemukan bahwa ternyata hidangan sup itulah yang dianggap sebagai penyebab utama timbulnya gejala CRS tersebut.

Kesimpulan Komisi Penasihat FDA terhadap penelitian tersebut yaitu MSG tidak mempunyai potensi untuk mengancam kesehatan masyarakat umum tetapi reaksi hipersensitif atau alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada sebagian kecil masyarakat. Ambang batas MSG untuk manusia adalah 2 sampai 3 g, dan dengan dosis lebih dari 5 g maka gejala alergi (CRS) akan muncul dengan kemungkinan 30 persen.

Penggunan vetsin (MSG) dalam beberapa jenis makanan bayi yang dipasarkan dalam bentuk bubur halus, yang dikenal sebagai baby Foods sesungguhnya dilakukan hanya untuk memikat konsumen (ibu-ibu) oleh rasa lezat. Sedangkan pengaruhnya terhadap makanan, vetsin tidak akan menambah gizi maupun selera makan bagi bayi karena bayi tidak begitu peduli oleh rasa.



Gambar 7 Sejumlah contoh zat aditif makanan yang beredar di pasaran

Dari hasil penelitian Dr. John Alney dari fakultas Kedokteran Universitas Washington, St. Louis pada tahun 1969 menunjukkan bahwa penggunaan vetsin dalam dosis yang tinggi (0,5 mg/kg berat badan setiap hari atau lebih) diberikan sebagai makanan kepada bayi-bayi tikus putih menimbulkan kerusakan beberapa sel syaraf di dalam bagian otak yang disebut Hypothalamus. Bagian otak inilah yang bertanggung jawab menjadi pusat pengendalian selera makan, suhu dan fungsi lainnya yang penting.

Bagi ibu-ibu yang sedang mengandung dan mengkonsumsi MSG dalam jumlah besar, di dalam plasentanya ternyata ditemukan MSG dua kali lebih banyak dibanding dalam serum darah ibunya. Hal ini berarti jabang bayi mendapat masukan MSG dua kali lebih besar.

Percobaan terhadap vetsin dari segi gizi dan rasa bagi bayi tidak ada gunanya, maka penghindaran pemakaian dan konsumsi MSG bagi bayi dan ibu mengandung perlu diperhatikan, dikurangi atau bila perlu dicegah.


Sumber :
Achmad Lutfi
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-lingkungan/zat-aditif/monosodium-glutamat/
12 Maret 2009

Penjelasan Pembuatan Monosodium Glutamat (MSG)


1. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh bakteri (Brevibacterium lactofermentum). Dalam peroses fermentasi ini, pertama-tama akan dihasilkan Asam Glutamat. Asam Glutamat yang terjadi dari proses fermentasi ini, kemudian ditambah soda (Sodium Carbonate), sehingga akan terbentuk Monosodium Glutamat (MSG). MSG yang terjadi ini, kemudian dimurnikan dan dikristalisasi, sehingga merupakan serbuk kristal-murni, yang siap di jual di pasar.

2. SEBELUM bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi pembuatan MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam istilah mikrobiologi: dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebut Bactosoytone. Proses pada Butir 2 ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri, dan terpisah sama-sekali (baik ruang maupun waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian bakteri tersebut diambil untuk digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi membuat MSG (Proses pada Butir 1).

3. Bactosoytone sebagai media pertumbuhan bakteri, dibuat tersendiri (oleh Difco Company di AS), dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein). Dalam bahasa yang sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim sehingga menghasilkan peptida rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone itu. Enzim yang dipakai pada proses hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim inilah yang diisolasi dari pankreas-babi.

4. Perlu dijelaskan disini bahwa, enzim Porcine yang digunakan dalam proses pembuatan media Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya enzim tersebut hanya mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis dari protein kedelai menjadi Bactosoytone, TANPA ikut masuk ke dalam struktur molekul Bactosoytone itu. Jadi Bactosoytone yang diproduksi dari proses hidrolisis-enzimatik itu, JELAS BEBAS dari unsur-unsur babi!!!, selain karena produk Bactosoytone yang terjadi itu mengalami proses "clarification" sebelum dipakai sebagai media pertumbuhan, juga karena memang unsur enzim Porcine ini tidak masuk dalam struktur molekul Bactosoytone, karena Porcine hanya sebagai katalis saja .

5. Proses clarification yang dimaksud adalah pemisahan enzim Porcine dari Bactosoytone yang terjadi. Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan 160oF selama sekurang-kurangnya 5 jam, kemudian dilakukan filtrasi, untuk memisahkan enzim Porcine dari produk Bactosoytone-nya. Filtrat yang sudah bersih ini kemudian diuapkan, dan Bactosoytone yang terjadi diambil.

6. Perlu dijelaskan disini, bahwa proses pembuatan Media Bactosoytone ini merupakan proses yang terpisah sama sekali dengan proses pembuatan MSG. Media Bactosoytone merupakan suatu media pertumbuhan bakteri, dan dijual di pasar, tidak saja untuk bakteri pembuat MSG, tetapi juga untuk bakteri-bakteri lainnya yang digunakan untuk keperluan pembuatan produk biotek-industri lainnya.

7. Catatan: nama Bactosoytone merupakan nama dagang, yang dapat diurai sebagai berikut: Bacto adalah nama dagang dari Pabrik pembuatnya (Difco Co); Soy dari asal kata soybean:kedelai, tone, singkatan dari peptone; jadi Bactosoyton artinya pepton kedelai yang dibuat oleh pabrik Difco.

8. Setelah bakteri tersebut ditumbuhkan pada Media bactosoytone, kemudian dipindahkan ke Media Cair Starter. Media ini sama sekali tidak mengandung bactosoytone. Pada Media Cair Starter ini bakteri berbiak dan tumbuh secara cepat.

9. Kemudian, bakteri yang telah berbiak ini dimasukkan ke Media Cair Produksi, dimana bakteri ini mulai memproduksi asam glutamat; yang kemudian diubah menjadi MSG. Media Cair Produksi ini juga tidak mengandung bactosoytone.

10. Perlu dijelaskan disini bahwa bakteri penghasil MSG adalah Brevibacterium lactofermentum atau Corynebacterium glutamicum, adalah bakteri yang hidup dan berkembang pada media air. Jadi bakteri itu termasuk aqueous microorganisms.

11. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal POM di Jakarta menunjukkan bahwa:

Bactosoytone tidak terkontaminasi (tidak tercampur) dengan Lemak babi (data Analisis Gas Chromatography); Protein babi (data Analisis HPLC), maupun DNA-babi (data Analisis PCR).
MSG tidak terkontaminasi (tidak tercampur) dengan: Lemak babi (data Analisis Gas Chromatography); Protein babi (data Analisis HPLC), maupun DNA babi (data Analisis PCR).

12. Hasil Analisis yang dilakukan di Jepang (Kyoto University) juga menunjukkan bahwa baik MSG maupun Bactosoytone tidak terkontaminasi oleh enzim babi.

KESIMPULAN:
Bactosoytone (dari Difco Co) maupun Produk MSG (Ajino moto), jelas sedikitpun tidak mengandung unsur-unsur babi, baik lemak, protein maupun DNA-babi.


Prof.Dr. Umar Anggara Jenie
Guru Besar Fakultas Farmasi UGM dan
PAU-Bioteknologi-UGM


Sumber :
http://media.isnet.org/islam/Etc/MSG.html